Selasa, 05 Juni 2012

bsejarah bogor


BOGOR, (PRLM).- Benda peninggalan sejarah yang ada di wilayah Bogor rawan hilang dan tidak terungkap. Beberapa penyebabnya selain karena diperjualbelikan ke luar negeri dan dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab, ketidaktahuan masyarakat juga menyebabkan benda hasil sejarah/prasejarah itu rusak. Akibatnya, banyak sejarah Sunda yang belum bisa terungkap karena bukti sejarahnya menghilang.
Isu ini mencuat di sela-sela peresmiaan Bale Pakuan yang digagas Gentra Pajajaran di kediaman Wakil Bupati Bogor sekaligus pemerhati budaya, Karyawan Fathurahman di Karadenan, Cibinong, Kabupaten Bogor, Sabtu (2/6/12) sore. Karyawan Fathurahman yang biasa disapa Karfat mencontohkan kasus jual beli batu kuya yang ditemukan di wilayah Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor tahun 2008 membuktikan betapa mudahnya benda cagar budaya diperjualbelikan.
Saat itu, sejumlah budayawan dana sejarawan menduga, batu kuya itu merupakan batu bukti sejarah Sunda. Namun, oleh oknum tertentu dijual ke Korea Selatan dengan nilai miliaran rupiah. Pemerintah, lanjut Karfat sulit mendapatkan kembali batu itu karena harus menebus dengan harga yang berlipat-lipat. "Jika bukan sesuatu yang berharga dinilai dari segi sejarah, buat apa orang asing mau beli batu seharga miliaran rupiah?" tuturnya.
Menurut Karfat, batu atau benda apapun itu yang merupakan temuan sejarah/budaya seharusnya diteliti oleh kita karena itu bukti sejarah kita. "Hanya karena ketidaktahuan atau malah karena faktor ekonomi jangan sampai benda-benda cagar budaya kita menghilang satu-persatu," ungkap Karfat.
Wilayah Bogor, lanjut Karfat, dipercaya sebagai cikal bakal kerajaan Sunda yang sarat dengan muatan luhur serta peninggalan sejarah/prasejarah yang bernilai tinggi. Hanya saja, sebagian besar peninggalan sejarah/prasejarah tidak berbekas karena dirusak oleh generasi penerusnya. Diyakini Karfat, masih banyak peninggalan sejarah yang belum tergali dan masih terpendam di seluruh wilayah Bogor.
"Saya melihat sendiri, batu-batu bukti sejarah di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor malah dipecah buat bahan bangunan, buat ini itu. Tidak ada yang menghargainya sebagai benda bukti sejarah kita," lanjut Karfat.
Jika bukti sejarah itu hilang, Karfat khawatir generasi penerus tidak tahu sejarah bangsanya sendiri. Menghargai peninggalan sejarah, kata Karfat bukan berarti mengagungkan sisi mistisnya. "Kita harus ingat, dari mana kita berasal. Tanpa sejarah, kita tidak akan ada," lanjutnya. Selain itu, ajaran Ki Sunda juga bernilai tinggi dan diyakini Karfat mampu mesejahterakan rakyat. Semakin jauh dari ajaran Ki Sunda, semakin jauh pula kesejahteraan rakyat yang didambakan. (A-155/A-108)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar