polemik penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak
Puncak Gunung Salak, pada Rabu petang 9 Mei 2012, akhirnya mendekati
detik-detik terakhir. Hal itu lantaran seluruh bagian kotak hitam telah
ditemukan. Flight Data Recorder (FDR) ditemukan pada Rabu (30/5/2012),
menyusul ditemukannya Cockpit Voice Recorder (CVR) beberapa hari lalu.
Kedua perangkat penting blackbox itu menjadi kunci untuk mengungkap
tragedi Sukhoi yang menewaskan 45 penumpang itu. CVR berisi rekaman
pembicaraan di dalam kokpit. Sedangkan FDR berisi rekaman data
penerbangan seperti ketinggian, kecepatan, dan temperatur saat pesawat
mengalami kecelakaan.
FDR ditemukan Rabu 30 Mei 2012 oleh sembilan orang warga Cidahu yang
dipimpin oleh seorang bernama Dudu. Kemiringan medan yang terjal membuat
pencarian FDR begitu sulit. "FDR ditemukan sekitar pukul 13.00 WIB,"
kata Komandan Korem Suryakancana 061 Kolonel AM Putranto di Lanud Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis 31 Mei 2012.
Ketika ditemukan tim Dudu, posisi FDR berada di jurang tebing dan
berjarak sekitar 30 meter dari ekor pesawat. Posisinya terbalik dan
tertimbun tanah. Meski badan pesawat Sukhoi hancur setelah menabrak
Gunung Salak, kondisi FDR relatif sangat baik. Karena bahan FDR terbuat
dari baja, maka bila terbakar dalam suhu 1300-1500 derajat celcius, FDR
masih bisa bertahan.
"Pencarian cukup berat karena tertimbun longsoran tanah," kata
Putranto. Sembilan warga mengetahui bahwa benda itu adalah FDR dengan
bermodalkan foto. Foto itu diberikan anak buah Putranto sebelum warga
terjun ke lokasi pencarian.
Selain warga, tim dari Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas)
dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencari FDR.
Setelah FDR ditemukan, sembilan warga itu langsung menyerahkan hasil
temuan kepada Putranto selaku koordinator pencarian dari unsur
kewilayahan di Posko Cimalati, Sukabumi. "Jam 21.00 WIB, mereka serahkan
ke kami. Dan pagi tadi kami bawa ke sini (Lanud Halim)," kata Putranto.
Kepala KNKT, Tatang Kurniadi, meyakini bahwa data di dalam FDR tidak
rusak. Seperti halnya VCR, walaupun bagian luar kotak itu terbakar dan
gosong, namun di dalamnya bagus. "Jadi, saya yakin FDR masih bisa
dibaca. Karena FDR dibuat dari baja tahan benturan hingga 2.000 Ci. Jika
ini terbakar, dia bisa melindungi hingga 1.500 derajat celcius," ungkap
Tatang kepada Iwan Setiawan dari Gatranews.
Di dalam alat tersebut ada modul yang melindungi dan kalau ditarik
hanya berupa barang kecil, tapi bisa di-download. "Jadi, perlindungannya
sangat kuat," ujar Tatang.
Ditemukannya CVR dan FDR menjadikan KNKT mempunyai data yang cukup
untuk meneliti penyebab kecelakaan yang menewaskan ke-45 penumpang itu.
Dan KNKT harus cepat merampungkan penelitian tersebut, karena ada
tenggat waktu yang tak boleh dilewati.
Investigasi kecelakaan pesawat diatur dalam standar ICO dan diberi
jangka waktu, lebih cepat lebih baik, maksimalnya 12 bulan. Kalau dalam
jangka waktu tersebut belum selesai, boleh lebih. "Tapi jangan minta 3-4
bulan karena akan ditertawakan dan bisa-bisa Indonesia dianggap tidak
menghargai program safety," kata Tatang.
Berbeda dengan VCR, yang datanya berhasil ditranskrip hanya dalam
hitungan hari. "CVR sudah ditranskrip dan masih kita haluskan lagi
pembicaraan Rusianya. Penerjemahnya adalah saudara Amir, Staf Kedutaan
yang diperbantukan dari Usbekistan, bersama Vladimir," kata Tatang.
Untuk FDR, pihak KNKT mengaku mampu membuka dan menganalisanya, hanya
saja perlu waktu lama. FDR akan dibawa ke ruang Laboratorium KNKT untuk
dianalisa.
FDR biasanya merekam data penerbangan dalam 20 jam terakhir sebelum
pesawat celaka. "Untuk membukanya butuh waktu 3-4 jam, dan untuk
men-download data memakan waktu 4 hari," kata Tatang.
Sedangkan untuk membaca data, menganalisa, kemudian memindahkan ke
grafik animasi dan membandingkan dengan VCR, memakan waktu lama.
Setelah data FDR berhasil ditranskrip dan dibaca oleh KNKT, maka isi
dari FDR itu tidak akan dipublikasikan kepada masyarakat. Begitu juga
dengan VCR, isi pembicaraan dilarang dipublikasikan sesuai aturan
internasional dan UU Penerbangan.
Bila isi VCR dan FDR dipublikasikan, maka KNKT dianggap melanggar
peraturan penerbangan di Indonesia dan Internasional. Karena itu,
Tatang berkali-kali menekankan bahwa penyelidikan ini bukan mencari
siapa yang salah, siapa tertuduh, atau siapa yang lalai.
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi keselamatan
transportasi udara dan untuk mendapat pelajaran penting dari keselamatan
penerbangan. Dengan investigasi ini, diharapkan dapat dikeluarkan
rekomendasi untuk keselamatan penerbangan di masa mendatang.
"Penyelidikan ini bukan untuk memuaskan publik. Namun ingin mengetahui,
mempelajari penyebabnya," kata Tatang.
Hasil penelitian FDR bukan untuk dipublikasikan, melainkan untuk
pembelajaran bagaimana keselamatan penerbangan selanjutnya. Menurut
Tatang, investigasi bukan bertujuan menentukan siapa yang salah, tapi
ada pelajaran keselamatan yang bisa diambil dari kecelakaan tersebut.
"Jadi kita melakukan ini tidak hanya memuaskan kepenasaran publik
tentang penyebab kecelakaan itu, tapi untuk membuat satu rekomendasi
keselamatan agar dunia penerbangan kita aman dan dipercaya dunia,"
pungkasnya. (HP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar