Selasa, 05 Juni 2012

Akhir Polemik Tragedi Sukhoi

polemik penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak Puncak Gunung Salak, pada Rabu petang 9 Mei 2012, akhirnya mendekati detik-detik terakhir. Hal itu lantaran seluruh bagian kotak hitam telah ditemukan. Flight Data Recorder (FDR) ditemukan pada Rabu (30/5/2012), menyusul ditemukannya Cockpit Voice Recorder (CVR) beberapa hari lalu.
Kedua perangkat penting blackbox itu menjadi kunci untuk mengungkap tragedi Sukhoi yang menewaskan 45 penumpang itu. CVR berisi rekaman pembicaraan di dalam kokpit. Sedangkan FDR berisi rekaman data penerbangan seperti ketinggian, kecepatan, dan temperatur saat pesawat mengalami kecelakaan.
FDR ditemukan Rabu 30 Mei 2012 oleh sembilan orang warga Cidahu yang dipimpin oleh seorang bernama Dudu. Kemiringan medan yang terjal membuat pencarian FDR begitu sulit. "FDR ditemukan sekitar pukul 13.00 WIB," kata Komandan Korem Suryakancana 061 Kolonel AM Putranto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis 31 Mei 2012.
Ketika ditemukan tim Dudu, posisi FDR berada di jurang tebing dan berjarak sekitar 30 meter dari ekor pesawat. Posisinya terbalik dan tertimbun tanah. Meski badan pesawat Sukhoi hancur setelah menabrak Gunung Salak, kondisi FDR relatif sangat baik. Karena bahan FDR terbuat dari baja, maka bila terbakar dalam suhu 1300-1500 derajat celcius, FDR masih bisa bertahan.
"Pencarian cukup berat karena tertimbun longsoran tanah," kata Putranto. Sembilan warga mengetahui bahwa benda itu adalah FDR dengan bermodalkan foto. Foto itu diberikan anak buah Putranto sebelum warga terjun ke lokasi pencarian.
Selain warga, tim dari Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencari FDR. Setelah FDR ditemukan, sembilan warga itu langsung menyerahkan hasil temuan kepada Putranto selaku koordinator pencarian dari unsur kewilayahan di Posko Cimalati, Sukabumi. "Jam 21.00 WIB, mereka serahkan ke kami. Dan pagi tadi kami bawa ke sini (Lanud Halim)," kata Putranto.
Kepala KNKT, Tatang Kurniadi, meyakini bahwa data di dalam FDR tidak rusak. Seperti halnya VCR, walaupun bagian luar kotak itu terbakar dan gosong, namun di dalamnya bagus. "Jadi, saya yakin FDR masih bisa dibaca. Karena FDR dibuat dari baja tahan benturan hingga 2.000 Ci. Jika ini terbakar, dia bisa melindungi hingga 1.500 derajat celcius," ungkap Tatang kepada Iwan Setiawan dari Gatranews.
Di dalam alat tersebut ada modul yang melindungi dan kalau ditarik hanya berupa barang kecil, tapi bisa di-download. "Jadi, perlindungannya sangat kuat," ujar Tatang.
Ditemukannya CVR dan FDR menjadikan KNKT mempunyai data yang cukup untuk meneliti penyebab kecelakaan yang menewaskan ke-45 penumpang itu. Dan KNKT harus cepat merampungkan penelitian tersebut, karena ada tenggat waktu yang tak boleh dilewati.
Investigasi kecelakaan pesawat diatur dalam standar ICO dan diberi jangka waktu, lebih cepat lebih baik, maksimalnya 12 bulan. Kalau dalam jangka waktu tersebut belum selesai, boleh lebih. "Tapi jangan minta 3-4 bulan karena akan ditertawakan dan bisa-bisa Indonesia dianggap tidak menghargai program safety," kata Tatang.
Berbeda dengan VCR, yang datanya berhasil ditranskrip hanya dalam hitungan hari. "CVR sudah ditranskrip dan masih kita haluskan lagi pembicaraan Rusianya. Penerjemahnya adalah saudara Amir, Staf Kedutaan yang diperbantukan dari Usbekistan, bersama Vladimir," kata Tatang.
Untuk FDR, pihak KNKT mengaku mampu membuka dan menganalisanya, hanya saja perlu waktu lama. FDR akan dibawa ke ruang Laboratorium KNKT untuk dianalisa.
FDR biasanya merekam data penerbangan dalam 20 jam terakhir sebelum pesawat celaka. "Untuk membukanya butuh waktu 3-4 jam, dan untuk men-download data memakan waktu 4 hari," kata Tatang.
Sedangkan untuk membaca data, menganalisa, kemudian memindahkan ke grafik animasi dan membandingkan dengan VCR, memakan waktu lama. Setelah data FDR berhasil ditranskrip dan dibaca oleh KNKT, maka isi dari FDR itu tidak akan dipublikasikan kepada masyarakat. Begitu juga dengan VCR, isi pembicaraan dilarang dipublikasikan sesuai aturan internasional dan UU Penerbangan.
Bila isi VCR dan FDR dipublikasikan, maka KNKT dianggap melanggar peraturan penerbangan di Indonesia dan Internasional. Karena itu, Tatang berkali-kali menekankan bahwa penyelidikan ini bukan mencari siapa yang salah, siapa tertuduh, atau siapa yang lalai.
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi keselamatan transportasi udara dan untuk mendapat pelajaran penting dari keselamatan penerbangan. Dengan investigasi ini, diharapkan dapat dikeluarkan rekomendasi untuk keselamatan penerbangan di masa mendatang. "Penyelidikan ini bukan untuk memuaskan publik. Namun ingin mengetahui, mempelajari penyebabnya," kata Tatang.
Hasil penelitian FDR bukan untuk dipublikasikan, melainkan untuk pembelajaran bagaimana keselamatan penerbangan selanjutnya. Menurut Tatang, investigasi bukan bertujuan menentukan siapa yang salah, tapi ada pelajaran keselamatan yang bisa diambil dari kecelakaan tersebut.
"Jadi kita melakukan ini tidak hanya memuaskan kepenasaran publik tentang penyebab kecelakaan itu, tapi untuk membuat satu rekomendasi keselamatan agar dunia penerbangan kita aman dan dipercaya dunia," pungkasnya. (HP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar